Pada awal kemerdekaan, Kabupaten Musi
Banyuasin terdiri dari dua kewedanaan yang berada di bawah keresidenan
Palembang. Yaitu Kewedanaan Musi Ilir yang berkedudukan di Sekayu dan
Kewedanaan Banyuasin yang berkedudukan di Talang Betutu. Oleh karena itu
seiring terbentuknya BKR Palembang maka pada tanggal 27 September 1945
dibentuklah BKR Musi Banyuasin yang berkedudukan di Sekayu. Badan
Keamanan Rakyat (BKR) Musi Banyuasin dipimpin oleh Kapten Usman Bakar
dan didampingi dua wakil pimpinan, yaitu A. Munandar Wasyik (Wakil
Pimpinan I), serta Nawawi Gaffar dan A.Kosim Dahayat (Wakil Pimpinan
II).
Ditengah-tengah kancah
revolusi mempertahankan kemerdekaan melawan agresi Belanda, pada tanggal
10 Juli 1948 diterbitkan Undang Undang Nomer 22 Tahun 1948 tentang
Pemerintahan Daerah. Undang Undang ini berisikan antara lain membagi
tingkatan Badan-Badan Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Propinsi,
Kabupaten, dan atau Kota Besar. Tingkatan yang lebih bawah lagi belum
dapat ditentukan karena nama-namanya ditiap daerah Ikota besar
berbeda-beda. Namun Pasal 1 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948
menyebutkan bahwa Republik lndonesia dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
Propinsi, Kabupaten dan Desa/Kota Kecil, Negeri, Marga, dan lain-lain
yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Adanya
beberapa wilayah yang berhasil dikuasai Belanda kembali, menyebabkan
adanya perubahan sistem pemerintahan. Pada tanggal 30 Agustus 1948
Belanda menyetujui dan memberikan hak kepada Dewan untuk membentuk suatu
lembaga dengan satu kabinet yang bertanggung jawab pada seorang
presiden. Presiden yang mempunyai kuasa perundang-undangan yang sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian melantik Abdul Malik sebagai
Wali Negara Sumatera Selatan untuk masa empat tahun, sedangkan DPR-nya
dilantik oleh Regening Comisoris Besture Aongelegenheden
(Recomba) pada bulan April 1948. Negara Sumatera Selatan dibentuk dengan
alasan seobagai embrio salah satu anggota Negara Republik lndonesia
Serikat (RIS) yang akan datang. Pembentukan Negara Sumatera Selatan
inilah yang menyebabkan dikeluarkannya Marga Panukal Abab dari Musi
Banyuasin. Selanjutnya tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera
Selatan memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RIS. Tindakan DPR
Negara Sumatera Selatan ini mempengaruhi negara bagian lain bentukan
Belanda untuk menyerahkan kekuasaaannya kepada RIS. Perlu diketahui
Negara Sumatera Selatan, yang bentukan Belanda, sejak didirikan hingga
menyerahkan kekuasaan kepada RIS tidak berfungsi karena ditentang
rakyat. Namun sebaliknya Pemerintahan Republik masih tetap dihormati dan
ditaati rakyat. Hal ini ditandai masih terus diperjuangkannya
perlawanan terhadap Agresi Belanda I.
Begitu
pula staf Pemerintah Daerah Sumatera Selatan, bentukan Republik, selalu
mendapat tekanan dari Belanda. Untuk menghindari tekanan tersebut dan
demi kelancaran pemerintahan maka dr. M. Isa yong menjabat Gubernur Muda
Sumatera Selatan, mengungsi dari Palembang melalui Sungai Musi dengan
menggunakan kapal roda lambung menuju Lubuk Linggau pada tanggal 23
September 1947, selanjutnya menetap di Curup sebagai pusat pemerintahan
Sumatera Selatan.
Selanjutnya
berdasarkan perjanjian Renville, diadakan pertemuan antara pihak
Republik dengan Belanda yang bertempat di Lahat. Pada pertemuan tersebut
ditetapkan garis statisko Daerah Musi Banyuasin yang hanya mencakup
sebagian Kewedanaan Musi Ilir di bagian utara yang meliputi Marga Lawang
Wetan, Marga Babat, Marga Sanga Desa, Marga Pinggap, dan Marga Tanah
Abang.
0 comments:
Post a Comment